Seputar Penggunaan Herbal Secara Bijak
Tuesday, May 2, 2017
Saat ini penggunaan herbal di Indonesia telah meningkat tajam. Selain alasannya yaitu demam isu back to nature, juga alasannya yaitu ia merupakan sumber layanan kesehatan yang gampang diperoleh dan terjangkau. Selain itu, bukti-bukti empiris dan proteksi ilmiah yang semakin banyak serta modernisasi proses produksi semakin mengangkat popularitas herbal.
Di Indonesia, masyarakat sanggup memakai herbal secara bebas tanpa harus berkonsultasi dengan dokter. Kecenderungan yang ada yaitu masyarakat telah bertindak menjadi “dokter” untuk dirinya sendiri dalam penggunaan herbal. Bahkan tidak jarang mereka mengkonsumsinya bersamaan dengan obat konvensional. Hal ini terjadi alasannya yaitu dominan dari mereka menganggap herbal aman dikonsumsi alasannya yaitu sudah dipakai secara turun temurun. Fenomena ini tentu saja sangat mengkhawatirkan alasannya yaitu paradigma “herbal niscaya aman” merupakan hal yang salah. Faktanya yaitu banyak jenis herbal yang dalam penggunaannya perlu pengawasan ketat dari tenaga medis profesional, bahkan ada beberapa jenis herbal yang sudah tidak boleh penggunaannya oleh Badan POM alasannya yaitu imbas sampingnya sangat besar. Selain itu, penggunaan herbal seringkali mempunyai interaksi negatif kalau dikonsumsi bersamaan dengan obat konvensional. Dari penelitian diungkap bahwa sekitar 63% flora obat tradisional Indonesia sanggup menjadikan interaksi farmakokinetik dengan obat-obat konvensional kalau dikonsumsi secara bersamaan.
Dengan masih adanya pemahaman yang minim dan salah terhadap penggunaan herbal di kalangan masyarakat, maka dalam goresan pena ini akan diberikan beberapa kiat dalam mengkonsumsi herbal secara bijak. Hal terpenting yang perlu diingat yaitu bahwa penggunaan herbal harus aman, efektif dan rasional.
1. Herbal sebagai pemanis pengobatan konvensional.
Saat ini masyarakat cenderung memakai herbal sebagai alternatif dari pengobatan konvensional. Tidak jarang herbal dipakai sebagai alternatif terakhir sesudah dokter angkat tangan. Hal ini tentu saja tidak benar. Herbal sebaiknya dipakai secara rutin untuk pencegahan timbulnya penyakit dan secara komplementer dipakai secara sinergis dengan pengobatan konvensional. Pengobatan konvensional dan pengobatan herbal mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri. Umumnya pengobatan konvensional lebih efektif dalam menangani penyakit-penyakit yang memerlukan tindakan segera menyerupai penyakit infeksi, sedangkan herbal lebih banyak dipakai untuk pengobatan penyakit-penyakit degeneratif.
2. Periksalah ke dokter.
Agar penggunaan herbal efektif maka calon pengguna hendaknya secara niscaya sudah mengetahui jenis penyakitnya. Kaprikornus periksa ke dokter menjadi suatu kewajiban, terutama kalau jenis penyakitnya belum diketahui. Jangan pernah mendiagnosa penyakit sendiri hanya menurut keluhan-keluhan yang dirasakan. Masyarakat banyak yang percaya bahwa herbal sanggup menyembuhkan macam-macam penyakit (panasea), jadi tidak perlu tahu jenis penyakitnya. Anggapan ini tentu sangat berlebihan, jadi tetap perlu periksa ke dokter untuk memastikan jenis penyakitnya sehingga pengobatan sanggup dilakukan secara sempurna dan efektif. Perlu diingat bahwa istilah panasea berarti sanggup menyembuhkan macam-macam penyakit, bukan segala penyakit.
3. Sisi keamanan perlu dikedepankan
Keamanan merupakan aspek penting dari herbal selain khasiat. Mayoritas masyarakat menganggap herbal kondusif dikonsumsi alasannya yaitu sudah dipakai secara turun temurun. Anggapan “herbal niscaya aman” merupakan hal yang salah. Faktanya yaitu banyak jenis herbal yang dalam penggunaannya perlu pengawasan ketat dari tenaga medis, bahkan ada beberapa jenis herbal yang sudah tidak boleh penggunaannya oleh Badan POM alasannya yaitu malah sanggup merugikan kesehatan yang serius (Aristolochia, kava-kava, Ephedra, kina, dan artemisia). Bila memungkinkan, pilihlah herbal yang telah menerima ratifikasi dari FDA (Badan POM-nya Amerika Serikat) sebagai GRAS (Generally Recognized As Safe). Artinya secara umum kondusif dikonsumsi dalam jangka panjang tanpa imbas samping yang berarti. Efek samping tetap ada namun ringan, contohnya diare ringan, demam ringan, rasa lapar, pusing, dan lesu. Contoh herbal yang telah menyandang gelar GRAS yaitu VCO, bawang putih, ginseng, jeruk, jahe, dan ginko biloba.
4. Kenali prosedur kerjanya
Sebenarnya maraknya beraneka ragam herbal yang ada di pasaran patut disyukuri alasannya yaitu itu berarti kita punya banyak pilihan menuju kesembuhan. Masing-masing herbal niscaya punya kelebihan dan kelemahan. Selain itu, perlu diketahui prosedur dari masing-masing herbal dalam pengobatan suatu penyakit. Walaupun semua diklaim sanggup membantu mengobati penyakit yang sama, mekanismenya sanggup berbeda alasannya yaitu kandungan senyawa aktifnya juga berbeda.. Dengan mengetahui prosedur kerja setiap herbal dalam mengatasi penyakit tertentu, maka kita akan lebih sanggup memakai herbal tertentu secara efektif.
5. Perlu konsistensi
Sebaiknya konsumsi herbal dilakukan secara teratur dan konsisten. Jangan berharap kesembuhan sanggup diraih dalam hitungan harian, walaupun ada testimoni spektakuler yang sanggup sembuh hanya dalam waktu beberapa hari. Perlu dipahami bahwa khasiat satu herbal belum tentu berlaku sama bagi setiap orang. Dalam penyembuhan penyakit, herbal bekerja dengan memperbaiki sistem metabolisme badan secara keseluruhan sehingga memerlukan waktu yang lebih usang dibandingkan dengan obat-obat konvensional. Karena itu, jangan berganti-ganti herbal secara cepat. Perkembangan penyakit perlu dimonitor terus dalam kurun waktu 1-3 bulan. Bila tidak ada perkembangan yang berarti, gres sanggup beralih ke herbal atau sistem pengobatan yang lain.
6. Pilihlah herbal berkualitas
Selain faktor intrinsik (dalam) yang menempel pada suatu herbal, khasiat suatu herbal juga sangat ditentukan pula oleh faktor-faktor ekstrinsik (luar), contohnya daerah tumbuh, waktu panen, cara pengolahan dan materi bakunya orisinil (tidak palsu)..Hal ini sanggup dilakukan dengan memanfaatkan Toga (tanaman obat keluarga) yang dibudidayakan sendiri di sekitar rumah, atau kalau harus membelinya sanggup dilakukan di tempat-tempat yang terpercaya (misalnya di apotek, toko obat atau distributor resmi).
Dengan mencermati beberapa hal di atas, dibutuhkan masyarakat lebih sanggup memakai herbal dalam pencegahan dan pengobatan penyakit secara aman, efektif dan rasional. (M. Ahkam Subroto, Lab Biofarmaka, Puslit Bioteknologi LIPI, Cibinong Science Center).