Khasiat Cabai Rawit
Friday, April 7, 2017
Khasiat Cabe Rawit
KOMPAS.com
Cabai rawit memang pedas. Namun, pendamping tempe goreng ini mempunyai banyak khasiat pengobatan. Bukan cuma rematik, radang beku ataufrostbite yang sering terjadi di tempat ketinggian atau bersalju itu pun sanggup diatasi.
Cabai rawit kadang ditanam orang di pekarangan sebagai tumbuhan sayur atau tumbuh liar di tegalan dan tanah kosong yang telantar. Tanaman budidaya ini berasal dari tempat Amerika tropis, lebih suka tumbuh di tempat kering, serta ditemukan pada ketinggian 0,5-1.250 m di atas permukaan laut.
Buahnya dipakai orang sebagai sayuran, bumbu masak, acar, dan asinan. Daun mudanya biasa dikukus untuk dijadikan lalap.
Tanaman berjulukan Latin Capsicum frutescensini terdiri atas tiga varietas. Pertama, cengek leutik. Buahnya kecil, berwarna hijau, dan bangun tegak pada tangkainya. Kedua, jenis cengek domba (cengek bodas). Buahnya lebih besar dari cengek leutik, berwarna putih, dan menjadi jingga pada dikala masak. Ketiga, ceplik. Buahnya besar, berwarna hijau, dan menjadi merah pada dikala tua.
Berdasarkan teori pengobatan Traditional Chinese Medicine (TCM), tumbuhan berjulukan Cina La jiao ini mempunyai rasa pedas, sifatnya panas, dan masuk dalam meridian jantung dan pankreas.
Menurut Dr Budi Sugiarto Widjaja, TCM, dari Klinik Beijing, Jakarta, cabai rawit merah berguna sebagai tonik dan stimulan berpengaruh untuk jantung dan anutan darah, juga obat rematik. Gilingan cabai rawit sanggup menghancurkan bekuan darah (antikoagulan) dan mengatasi gangguan rematik dan radang beku. Cabai rawit sanggup meningkatkan nafsu makan (stomakik), perangsang kulit, peluruh kentut (karminatif), serta peluruh keringat (diaforetik), air liur, dan air kencing (diuretik).
Mengandung Antioksidan
Menurut Dr Setiawan Dalimartha, anggota Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) DKI Jakarta, di dalam buah cabai rawit terkandung kapsaisin, kapsantin, karotenoid, alkaloid atsiri, resin, minyak menguap, serta vitamin A dan C. Kapsaisin memperlihatkan rasa pedas pada cabai, berguna melancarkan anutan darah serta sebagai pemati rasa kulit.
Biji tumbuhan berjulukan tempat lombok jempling (Madura), cabai rawit (Jawa), leudeu jarum (Gayo), rica halus (Manado), metrek wakfoh (Papua) ini, kata Dr Setiawan, mengandung solanine, solamidine, solamargine, solasodine, solasomine, dan steroid saponin (kapsisidin). Kandungan terakhir ini berguna sebagai antibiotik.
Saat disantap, rasa pedas di pengecap sanggup menjadikan rangsangan ke otak untuk mengeluarkan endorfin (opiate endogen). Hasilnya, rasa sakit hilang dan timbul perasaan lebih sehat. Pada sistem reproduksi, sifatnya yang panas sanggup mengurangi rasa tegang dan sakit akhir sirkulasi darah yang buruk.
Salah satu hasil penelitian, kata Dr Setiawan, cabai rawit diketahui mempunyai khasiat mengurangi terjadinya penggumpalan darah (trombosis) dan menurunkan kadar kolestrol. Satu hal lagi, banyaknya kandungan zat antioksidan (seperti vitamin C dan betakaroten), sanggup dipakai untuk mengatasi ketidaksuburan (infertilitas), afrodisiak, dan memperlambat proses penuaan.
Masalahnya, tidak setiap orang boleh mengonsumsi cabai rawit secara berlebihan. Pengidap sakit tenggorokan, sakit mata, dan penderita gangguan kanal pencernaan, kata Dr Setiawan, tidak dianjurkan mengonsumsi cabai rawit.
Penelitian yang dilakukan Tyas Ekowati Prasetyoningsih dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Jawa Timur, pada 1987, menyebutkan, ekstrak buah cabai rawit mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans, adalah jamur pada permukaan kulit. Daya hambat ekstrak cabai rawit 1 mg/ml setara dengan 6,20 mcg/ml nistatin dalam formamid.
Dr Setiawan menambahkan, cabai rawit indikasinya dipakai untuk menambah nafsu makan, menormalkan kembali kaki dan tangan yang lemas, melegakan rasa hidung tersumbat pada sinusitis, mengurangi batuk berdahak, dan meredakan migrain.
KOMPAS.com
Cabai rawit memang pedas. Namun, pendamping tempe goreng ini mempunyai banyak khasiat pengobatan. Bukan cuma rematik, radang beku ataufrostbite yang sering terjadi di tempat ketinggian atau bersalju itu pun sanggup diatasi.
Cabai rawit kadang ditanam orang di pekarangan sebagai tumbuhan sayur atau tumbuh liar di tegalan dan tanah kosong yang telantar. Tanaman budidaya ini berasal dari tempat Amerika tropis, lebih suka tumbuh di tempat kering, serta ditemukan pada ketinggian 0,5-1.250 m di atas permukaan laut.
Buahnya dipakai orang sebagai sayuran, bumbu masak, acar, dan asinan. Daun mudanya biasa dikukus untuk dijadikan lalap.
Tanaman berjulukan Latin Capsicum frutescensini terdiri atas tiga varietas. Pertama, cengek leutik. Buahnya kecil, berwarna hijau, dan bangun tegak pada tangkainya. Kedua, jenis cengek domba (cengek bodas). Buahnya lebih besar dari cengek leutik, berwarna putih, dan menjadi jingga pada dikala masak. Ketiga, ceplik. Buahnya besar, berwarna hijau, dan menjadi merah pada dikala tua.
Berdasarkan teori pengobatan Traditional Chinese Medicine (TCM), tumbuhan berjulukan Cina La jiao ini mempunyai rasa pedas, sifatnya panas, dan masuk dalam meridian jantung dan pankreas.
Menurut Dr Budi Sugiarto Widjaja, TCM, dari Klinik Beijing, Jakarta, cabai rawit merah berguna sebagai tonik dan stimulan berpengaruh untuk jantung dan anutan darah, juga obat rematik. Gilingan cabai rawit sanggup menghancurkan bekuan darah (antikoagulan) dan mengatasi gangguan rematik dan radang beku. Cabai rawit sanggup meningkatkan nafsu makan (stomakik), perangsang kulit, peluruh kentut (karminatif), serta peluruh keringat (diaforetik), air liur, dan air kencing (diuretik).
Mengandung Antioksidan
Menurut Dr Setiawan Dalimartha, anggota Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) DKI Jakarta, di dalam buah cabai rawit terkandung kapsaisin, kapsantin, karotenoid, alkaloid atsiri, resin, minyak menguap, serta vitamin A dan C. Kapsaisin memperlihatkan rasa pedas pada cabai, berguna melancarkan anutan darah serta sebagai pemati rasa kulit.
Biji tumbuhan berjulukan tempat lombok jempling (Madura), cabai rawit (Jawa), leudeu jarum (Gayo), rica halus (Manado), metrek wakfoh (Papua) ini, kata Dr Setiawan, mengandung solanine, solamidine, solamargine, solasodine, solasomine, dan steroid saponin (kapsisidin). Kandungan terakhir ini berguna sebagai antibiotik.
Saat disantap, rasa pedas di pengecap sanggup menjadikan rangsangan ke otak untuk mengeluarkan endorfin (opiate endogen). Hasilnya, rasa sakit hilang dan timbul perasaan lebih sehat. Pada sistem reproduksi, sifatnya yang panas sanggup mengurangi rasa tegang dan sakit akhir sirkulasi darah yang buruk.
Salah satu hasil penelitian, kata Dr Setiawan, cabai rawit diketahui mempunyai khasiat mengurangi terjadinya penggumpalan darah (trombosis) dan menurunkan kadar kolestrol. Satu hal lagi, banyaknya kandungan zat antioksidan (seperti vitamin C dan betakaroten), sanggup dipakai untuk mengatasi ketidaksuburan (infertilitas), afrodisiak, dan memperlambat proses penuaan.
Masalahnya, tidak setiap orang boleh mengonsumsi cabai rawit secara berlebihan. Pengidap sakit tenggorokan, sakit mata, dan penderita gangguan kanal pencernaan, kata Dr Setiawan, tidak dianjurkan mengonsumsi cabai rawit.
Penelitian yang dilakukan Tyas Ekowati Prasetyoningsih dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Jawa Timur, pada 1987, menyebutkan, ekstrak buah cabai rawit mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans, adalah jamur pada permukaan kulit. Daya hambat ekstrak cabai rawit 1 mg/ml setara dengan 6,20 mcg/ml nistatin dalam formamid.
Dr Setiawan menambahkan, cabai rawit indikasinya dipakai untuk menambah nafsu makan, menormalkan kembali kaki dan tangan yang lemas, melegakan rasa hidung tersumbat pada sinusitis, mengurangi batuk berdahak, dan meredakan migrain.