Tanaman Herbal Klaster
Saturday, April 22, 2017
Tanaman Herbal Klaster
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama Pemerintah Kabupaten Karanganyar kini mengembangkan klaster budidaya tumbuhan herbal di enam kecamatan di Karanganyar. Klaster tersebut diperlukan sanggup meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.
"Apalagi, budidaya tumbuhan herbal ini sangat prospektif alasannya yakni di Jateng banyak terdapat industri jamu," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Jateng Agus Suryono, di Kota Semarang, Kamis (3/6).
Klaster budidaya tumbuhan herbal ini dikembangkan semenjak Desember 2009 di Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Kerjo, Mojogedang, Ngargoyoso, dan Jatipuro. Tanaman yang dibudidayakan di atas lahan seluas 170 hektar itu meliputi, jahe, kencur, kunyit, lengkuas, laos, dan temulawak.
Dengan adanya klaster, petani sanggup menyuplai eksklusif materi baku tenaman herbal ke industri jamu alasannya yakni memproduksi tumbuhan dalam jumlah besar. "Sebelum tergabung dalam klaster, petani tidak sanggup menyuplai eksklusif alasannya yakni produksinya sedikit," kata Agus.
Melalui sistem klaster, pengelolaan tumbuhan herbal terintegrasi sehingga memudahkan petani untuk memasarkan tumbuhan mereka. "Petani tidak hanya memproduksi tanaman, tetapi juga menyebarkan tugas dalam mencari pasar dan menyediakan pupuk," katanya.
Ketua Klaster Budidaya Tanaman Herbal Karanganyar, Suparman, mengakui, terdapat sekitar 300 petani dari 10 kelompok tani yang tergabung dalam klaster ini. Saat ini, mereka tengah menjalin kolaborasi dengan perusahaan jamu di Jateng, menyerupai PT Sido Muncul, PT Borobudur, dan salah satu perusahaan jamu di Yogyakarta.
Dengan bergabung dalam klaster, petani mencicipi manfaat eksklusif alasannya yakni harga jualnya naik. Jika sebelumnya petani hanya menjual ke pedagang, kini eksklusif dijual ke industri. "Tahun lalu, harga kunyit hanya Rp 400 per kilogram, tetapi kini sanggup dihargai Rp 900-Rp 1.000 per kilogram alasannya yakni tidak perlu lewat pedagang," kata Suparman.
Selain suplai ke industri jamu, petani mulai menciptakan minuman serbuk jahe yang dipasok sampai ke Jakarta dan Kalimantan.
Pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro, Semarang, FX Sugiyanto, menilai sistem klaster yakni salah satu model untuk mengembangkan perekonomian lokal.
kompas.com